BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sejarah islam dan berbagai cabangnya, termasuk sejarah tasawuf dan
pengikutnya sangat penting untuk diperkenalkan dan dibahas, diantaranya adalah
mengenai tokoh-tokoh dari ajaran tasawuf di Indonesia ini. Tasawuf terus
mengalami perkembangan dan memberi pengaruh penting di Indonesia. Sejak
permulaan sejarah Islam di wilayah tersebut hingga hari ini. Akan tetapi,
selama beberapa abad permulaan sejarah itu terutama pada abad ke-10 H/ 16 M dan
ke-11/ 17 m tasawuf memainkan terbesar dan paling menentukan dalam membentuk
pandangan religius, spiritual, dan intelektual di kepulauan Indonesia.
Pada masa itu tasawuf memainkan peranan penting dalam proses
islamisasi di Indonesia dan kepulauan disekitarnya. Disini kami mencoba
memperkenalkan salah satu tokoh ulama
tasawuf di Indonesia yang sekaligus penyebar tarekat syattariyah yakni Abdur
Rauf As-Singkili
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah disebutkan diatas, maka dapat kami ambil rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah
riwayat hidup Abdur Rauf
As-Singkili?
2.
Bagaimana pemikiran dan corak pemikiran Abdur Rauf As-Singkili
3.
apa
saja karya-karya Abdur Rauf As-Singkili?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Syekh Abdurrauf As-Singkili
Syeh Abdurrauf adalah sebuah gelar
kebesaran yang diberikan kepada seorang ulama Aceh yang menjadi Qadhi Malik
al-Adil pada masa pemerintahan Ratu safiatudin,
dikenal juga dengan panggilan teungku sijahkuala pada abad ke 17 (1606-1637 M). Shalahuddin Hamid[1] mengatakan
nama asli/lengkap Syeh Abdurrauf adalah Aminuddin Abdurrauf bin Ali Al Jawi Al
Fansuri as-Singkili, ). Ia
dilahirkan pada tahun 1001 H (1593 M) dari keluarga ulama. Ayahnya syekh Ali
Fansuy ulama terkenal yang membangun dan memimpin Dayah Simpang Kanan di
pedalaman singkel.[2]
Meskipun mengenai tahun kelahiran beliau
juga terjadi berbeda pandangan para ahli sejarah karena tidak ada bukti yang
kongkrit tentang tahun kelahiran beliau, ada yang menetapkan tahun 1615 M
sebagai tahun kelahiran Syeh Abdurrauf, hal ini didasarkan atas informasi yang
menyebutkan bahwa pada tahun 1642 M Syeh Abdurrauf melanjutkan studi belajarnya
ke negeri Arab, berdasar informasi di atas membuat alasan bahwa seseorang baru
mampu merantau jauh pada umur 25-30 tahun, pendapat ini diterima oleh sebagian
ahli sejarah.
Pendapat lain yang dikemukakan oleh Van
Hoeve, Peonoeh Daly bahwa tahun kelahiran Syeh Abdurrauf adalah 1620 M, bahkan
oleh Ali Hasyimi mengatakan 1593 M sebagai tahun kelahiran Syeh Abdurrauf.
Ketiga penulis ini tidak mengemukakan atas dasar apa mereka menetapkan tahun
tersebut sebagai tahun kelahiran Abdurrauf.[3] Mengenai
tempat kelahiran Abdurrauf para ahli bersilang pendapat, dilihat dari
pennisbahan yang terdapat pada namanya ”al-Jawi al-Fansuri as-singkli” akan
timbul analisis apakah beliau lahir di Melayu(al-jawi),[4] Barus(al-Fansuri),
atau Singkil (as-Singkili), untuk mengatasi silang pendapat di atas penulis
beranggapan bahwa ketiga-tiga prediksi diatas sama benarnya, karena Barus
merupakan satu desa yang terdapat di Singkil dan Singkil merupakan wilayah
ujung Sumatera yang menjadi bagian dari semenanjung Melayu.
Syeh Abdurrauf adalah sosok yang sangat dimuliakan
oleh rakyat Aceh sejak dahulu hingga sekarang, banyak legenda yang terus hidup
dan dikenal rakyat Aceh maka sebagai kenang-kenangan untuknya Universitas
Negeri yang ada di Aceh telah mengambil namanya yaitu Universitas Syiah Kuala
atau disingkat UNSYIAH, sepeninggal beliau nama beliau lebih mudah diingat
dengan tengku di Kuala atau Syiah Kuala, karena ia mengambil tempat untuk
mengajar di tepi muara (kuala) sungai (krueng) Aceh dan di sana pula ia
dikuburkan,[5]
pada hari Senin tanggal 23 Syawal 1106 H/1965 M beliau pulang ke rahmatullahh dalam usia 105
tahun.[6]
dan pada batu nisannya tertulis Al Waliyul Malki Syeh Abdurrauf bin Ali,
sebutan Waliyul Mulki menunjukkan betapa besarnya peranan beliau dalam kerajaan
Aceh waktu itu.[7]
B. Pendidikan yang ditempuh
Abdur
Rauf mendapat pendidikan dari beliau, ia belajar bahasa arab, ilmu-ilmu agama,
sejarah, mantik, filsafat, sastra arab/melayu dan juga bahasa persia.
Dari Simpang
kanan, Abdur Rauf pindah ke Samudera pasai melanjutkan pelajarannya di Dayah
tinggi Syekh Sjasuddin As-Samanthani, seorang ulama’ besar pengikut ulama
aliran Hamzah Fansury. Setelah Syekh Sjasuddin As-Samanthani pindah ke Banda
Aceh, karena tlah diangkat oleh sultan Iskandar Muda menjadi Qadli Malikul
Adil, maka Abdur Rauf pun bertolak ke luar negeri, yaitu ke Mekkah dan
negara-negara Arab lainnya.
Syeikh abdur rauf meneap di mekkah dan negeri-negeri arab lainnya
selama 19 tahun, waktu yang cukup lama untuk mengarungi lautan ilmu. Sebagai
seorang ahli hukum kenamaan, beliau menguasai segala bidan ilmu hukum,
disamping menguasai filsafat, mmantik, tauhid, sejarah, ilmu bumi, politik an
sebagainya.[8].
Setelah belajar pada tempat-tempat
pendidikan di sekitar Yaman, akhirnya beliau sampai ke tanah Haram, belajar di
Jeddah, Mekkah, dan Madinnah, selama ia belajar di Yaman dan tanah Haram, Syeh
Abdurrauf membekali dirinya dengan dua model ilmu, yaitu dengan ilmu zahir[9].
dan ilmu bathin. Syeh Abdurrauf belajar ilmu batin ini tidak sendirian tetapi
bersama seorang temannya Syeh Abdullah Arief yang lebih dikenal dengan Syeh
Madinah atau disebut juga Tuanku Madinah di Tapakis, Pariaman, ia belajar
thariqat pada Syeh Ahmad Qushasi (1583-1661) dan pada Syeh Ibrahim Qur’ani,
pengganti Qushasi.[10] Berkenaan
dengan perjalanan rohaninya, beliau boleh memakai “khirqah”, yaitu sebagai
pertanda telah lulus dalam pengujian secara suluk.ia diberi selendang berwarna
putih oleh gurunya sebagai pertanda pula ia telah dilantik sebagai khalifah
mursyid dalam orde tarekat syattariyah[11],yang
berarti boleh membai’at orang lain. sehingga berhak mengajarkan thariqat kepada
murid-muridnya.[12]
C. Pandangan Syekh Abdurrauf Tentang Tasauf
Aliran Tasawuf yang dikembangkan oleh Syeh
Abdurrauf sepulangnya dari negeri Arab dalam perkembangannya di Indonesia
menghadapi dua kutub aliran tasauf yang berbeda sebagai warisan ulama terdahulu
Hamzah Fansuri, Syamsuddin al-Sumatrani, dan Nuruddin ar-Raniri, dalam kondisi
demikian tarekat Syattariah menjadi ”penyejuk” bagi perbedaan yang tajam antara
dua aliran wahdatul wujud dan syuhuduyah tersebut. Pendekatan yang dilakukan
oleh Syeh Abdurrauf adalah mendamaikan antara paham-paham yang bertentangan,
hal itu sejalan dengan kecenderungan jaringan ulama abad ke-17 M yang berupaya
saling mendekatkan antara ulama yang berorientasi pada syariat dengan para sufi
yang berorientasi pada makrifat. Diskursus rekonsiliasi antara tasawuf dan
syariat. Dari ini ajaran tasawufnya mirip dengan Syamsuddin al-Sumatrani dan
Nuruddin al-Raniri, yaitu menganut paham satu-satunya wujud hakiki, yakni
Allah. Sedangkan alam ciptaan-Nya bukanlah merupakan Wujud hakiki,
tetapi bayangan dari yang hakiki. Menurutnya jelaslah bahwa Allah
berbeda dengan alam.
Al-Sinkili menpunyai pemikiran tentang zikir. Zikir,
dalam pandangan al-Sinkili, merupakan suatu usaha untuk melepaskan diri dari
sifat lalai dan lupa. Dengan zikir inilah hati selalu mengingat Allah. Tujuan
zikir ialah mencapai fana’ (tidak ada wujud selain wujud Allah), berarti
wujud hati yang berzikir dekat dengan wujud-Nya.
Ajaran tasawuf al-Sinkili yang lain adalah
bertalian dengan martabat perwujudan. Menurutnya, ada tiga
martabat perwujudan: pertama, martabat ahadiyyah atau la
ta’ayyun, yang mana alam pada waktu itu masih merupakan hakikat ghaib yang
masih berada di dalam ilmu Tuhan. Kedua, martabat wahdah atau
ta’ayyun awwal, yang mana sudah tercipta haqiqat Muhammadiyyah yang
potensial bagi terciptanya alam. Ketiga, martabat wahdiyyah atau ta’ayyun
tsani, yang disebut juga dengan a’ayyan al-tsabitah dan dari sinilah
alam tercipta. Menurutnya, tingkatan itulah yang dimaksud Ibn’ Arabi dalam sya’ir-sya’nya.[13]
D.
CORAK PEMIKIRAN
rekonsiliasi syariah dan tasauf yang
dikembangkan oleh Syeh Abdurrauf dapat diamati dari tiga pilar corak
pemikirannya dalam bidang tasauf, ketiga pokok pemikiran tersebut adalah
ketuhanan dan hubungan dengan alam, insan kamil, dan jalan menuju tuhan(tariqat).[14]
a. Ketuhanan dan hubungannya dengan alam, Syeh
Abdurrauf menganut paham satu-satunya yang wujud hakiki adalah Allah, Alam
ciptaannya adalah wujud bayangan-Nya yakni bayangan dari wujud hakiki.
b. Insan kamil adalah sosok manusia ideal[15],
Syeh Abdurrauf memahami insan kamil sebagai kombinasi dari paham al-Ghazali,
al-Hallaj[16]dan
paham martabat tujuh yang telah ditulis oleh Syeh Abdullah al-Burhanpuri dalam
kitab Tuhfah almursalah ila ruhin nabi.
c. Thariqat (jalan kepada Allah), kecendrungan
rekonsiliasi yang dilakukan oleh Syeh Abdurrauf sangat kentara sekali ketika ia
menjelaskan tauhid dan zikir
Sejalan
dengan kepatuhan total pada syariat, Abdul Rauf berpendapat bahwa dzikir
penting bagi orang yang menempuh jalan tasawuf, di mana dasar dari tasawuf
adalah dzikir yang berfungsi mendisiplinkan kerohanian Islam.[17]
Dalam
berdzikir ada dua metode yang diajarkannya, yaitu dzikir keras dan dzikir
pelan. Dzikir keras seperti pengucapan "La ilaha illa Allah" sebagai
penegasan akan keesaan Sang Pencipta. Dzikir menurut dia bukanlah membayangkan
kehadiran gambar Tuhan melainkan melatih untuk memusatkan diri. Di samping itu,
Abdul Rauf berpandangan bahwa tauhid menjadi pusat dari ajaran tasawuf.
Pandangan-pandangan dasar Abdul Rauf tentang tasawuf ini tertera dalam kitab Tanbih
Al-Masyi. La ilaha illa Allah menurut dia, memiliki empat tingkatan
tauhid: penegasan, pengesahan ketuhanan Allah, mengesahkan sifat Allah dan
mengesahkan dzat Tuhan.
E. Karya-Karya Syeh Abdurrauf As-Singkili
Syekh Abdurrauf selain dikenal sebagai
tokok tasawuf aliran Syattariyah dan tokoh fiqh yang membolehkan wanita manjadi
hakim, beliau juga dikenal sebagai penulis yang cukup produktif, ia telah
melahirkan karya-karyanya yang merupakan kekayaan intelektual muslim indonesia
yang sangat berharga. menurut Shalahuddin Hamid dalam bukunya” 100 Tokoh Islam
yang paling berpengaruh di Indonesia”, jumlah karya tulis Syeh Abdurrauf
as-Singkili berjumlah 21 buku, yang terdiri dari 1 kitab tafsir, 2 kitab
hadits, 3 kitab fiqh dan kitab-kitab tasauf[18],
karya-karya beliau tersebut adalah :
1. Turjuman al-Mustafid (terjemah pemberi
faedah), merupakan kitab tafsir pertama dalam bahasa melayu, kitab ini ditulis
oleh Syeh Abdurrauf sekembalinya dari negeri Arab.
2. Mir’atuttullab fi tashil ma’rifat al-Ahkam
asy-Syariat li al-Malik al-Wahhab, kitab fiqh yang ditulis olehnya atas
permintaan Sulthanah Tajul Alam Safiyatuddin Syah, isi kitab ini adalah kajian
tentang muamalat, termasuk dalam kitab ini adalah kajian beliau yang
membolehkan perempuan sebagai qadhi dan pemimpin.
3. Al faraidh, risalah tentang hukum kewarisan
dalam Islam.
4. Hidayah al-Balighah, kitab fiqh yang isimya
mengenai pembuktian dalam peradilan, kesaksian, dan sumpah.
5. ’Umdat al Muhtajin ila suluk maslak
al-Mufridin, kitab tasauf yang isinya terdiri atas tujuh bab, di akhir kitab
ini Syeh Abdurrauf menguraikan silsilah tarekat Syattariyah sampai kepada Nabi
Muhammad SAW.
6. Kifayatul Muhtajin ila masyrah
al-Muwahhidin al Qailin bi Wahdat al-Wujud, berisi beberapa fragmen mengenai
ilmu tasauf.
7. Daqaiqul Huruf, yang isinya terhadap beberapa
bait syair Ibn Arabi
8. Bayan Tajalli, kitab ini berisi tentang
penjelasan Abdurrauf tentang zikir yang yang utama dibaca ketika sakaratul maut
9. Tambihul Masyi Manshub ila Thariqi
al-Qushasi, isinya mencerminkan perjalanan tasauf Syeh Abdurrauf dengan gurunya
Ahmad Qushasi.
10. Attariqat as-Syattariyah, berisi tentang
pokok ajaran Syattariyah.
11. Mawaizil Badiah, berisi tiga puluh dua hadits
beserta syarahnya yang berhubungan dengan tauhid, akhlaq, ibadat dan tasauf.
12. Penjelasan tentang Matan al-Arba’in
an-Nawawi.
13. Bayan al-Arkan, pedoman dalam melaksanakan
ibadat.
14. Risalah adab Murid dengan Syeh.
15. Risalah Mukhtasar fi Bayan Syurut as-Syeh
wa al-Murid, yang berisi tentang kewajiban-kewajiban murid terhadap guru mereka
terutama dalam metode zikir metode tarekat Syattariyah.
16. Syams al-Makrifat, uraian berisi tasauf,
ilmu ma’rifat yang beliau ambil dari Ahmad Qushasi.
17. Majmu’ Masail, berisi tasauf terutama
uraiaan menyangkut kehidupan beragama.
18. Bayan al-Aghmadal Masail wa Sifat
al-Wajibat li Rabb al-Ard wa as-Samawati, isinya tentang al-Akyan as-sabithah,
sebuah masalah yang dianggap sangat rumit oleh para sufi termasuk oleh Nuruddin
ar-Raniry.
19. Lubb
al-Kasy wa al-Bayan lima yarahu al-Muqtadar bi al-Iyan, isinya tentang
sakaratul maut.
20. Sullam al-Mustafidhin, penjelasan tentang
nazam-nazam yang dikarang oleh gurunya al Qushasi.
21. Pernyataan tentang zikir yang paling utama
pada saat sakaratul maut, yaitu la ilaa ha illa Allah.
KESIMPULAN
Demikianlah sekilas tentang sejarah kehidupan,
pendidikan serta beberapa pandangan Syeh Abdurrauf as-Singkili tentang Thariqat
Syattariya, dan pandangan beliau Bahwa Tuhan adalah tuhan, manusia adalah manusia,
tidak dapat disatukan antara Tuhan dengan manusia. Tetapi manusia memiliki
sifat potensi Tuhan yang dapat kita dapati dalm pendekatan diri terhadap sang
penciptanya. Posisi manusia disisi Tuhannya adalah hamba yang pada subtansinya
dari Tuhan.
Penyampaian
terhadap tuhan, yang dapat merasakan kehadirat Tuhan dalam pandangan al-Sinkili
mempunyai konsep melalui zikir untuk mengingat Tuhan yang selalu dekat dengan
kita. Tujuannya agar manusia tidak lalai atau lupa, untuk sampai menuju fana’.
Dalam wujud hati yang selalu berzikir akan
dengan Tuhan antara ada dan Tiada.
Secara umum dan mudah dipahami bahwa Abdul Rauf ingin mengajarkan tentang
harmoni antara syariat dan sufisme. Keduanya harus bekerja sama. Hanya melalui kepatuhan
pada syariat maka seorang yang berada di jalan sufi bisa menemukan hakikat
kehidupannya.
Daftar Pustaka
Shalahuddin Hamid, 100 tokoh islam di Indonesia, Jakarta: PT intermedia Cipta Nusantara,2003
DR Syahrizal, Syeh Abdurrauf dan Corak
Pemikiran Hukum Islam, Banda Aceh, Yayasan PENA, cet 1, 2003
Solihin, M, dan Rosihon Anwar, Ilmu
Tasawuf, Bandung: CV.Pustaka Setia, 2011
Zakaria Ahmad, sekitar Kerajaan Aceh dalam
tahun 1520-1675,(Memora :medan, t,t)
Harun Nasution, Ensiklopedi Islam di Indonesia,(Jakarta:jilid 1,
Abdi Utama,1992/1993),
Solihin,M,dan Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf,(Bandung: CV.Pustaka
Setia,2011)
Yunasril,Ali, Manusia Citra Ilahi,Jakarta: Para Madina, 1997
http://www.fiqhislam.com/index.php?option=com_content&view=article&id=53590:hujjatul-islam-syekh-abdul-rauf-al-singkili-harmonisasi-syariat-dan-tasawuf&catid=45:tokoh&Itemid=357
[1] Drs Shalahuddin Dkk, 100 Tokoh Islam Paling Berpengaruh di
Indonesia(Jakarta Selatan:Intimedia, 2003), hal 55
[2] Harun
Nasution, Ensiklopedi Islam di Indonesia,(Jakarta:jilid 1, Abdi
Utama,1992/1993), hal.26
[3] DR Syahrizal, Syeh Abdurrauf dan Corak Pemikiran Hukum
Islam (Banda Aceh, Yayasan PENA, cet 1, 2003), hal 15 dalam http://sabdakhairuss.blogspot.com/2012/04/syeikh-abdurrauf-as-singkili.html
[4] Menurut Snoukurgronje kata aljawi dimengerti orang di negeri arab sebagai
orang melayu, yaitu penduduk nusantara yang secara geografis terletak antara
siam dan malaka dengan irian.DR Syahrizal..op,cit,. Hal 23
[6] Harun
Nasution, op.cit, hal.26
[8]
Harun,Nasution, , ,op.cit.hal26
[9] Yang termasuk ilmu zahir menurut DR.Syahrizal dalam bukunya Syeh Abdurrauf
dan corak pemikirannya adalah ilmu tafsir, hadis dan figh
[11] Syattariyah adalah sebuah aliran tarekat yang pertama kali muncul di India
pada abad 15, tokoh pendirinya adalah Abdullah Asyyatar, tujuan tarekat ini
adalah membangkitkan kesadaran terhadap Allah dalam batin manusia, tarekat ini
sering juga disebut paham wihtatussuhul,melihat kemudahan konsepnya.
[12]
Solihin,M,dan Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf,(Bandung: CV.Pustaka
Setia,2011)hal.252-253
[13]
Solihin,M,dan Rosihon Anwar, op.cit,hal.254
[14] Shalahuddin Hamid, op,.cit,. hal 57 dalam Tarekat Syathariyah dan
Naqsyabandiyah di Minangkabau
http://www.sufinews.com/index.php?subaction=showfull&id=1078317860&archive=&start_from=&ucat=8&go=tarekat
[15] Insan
kamil,menurut Sinkli adalah orang yang dapat mencapai insan ideal ialah orang
yang dapat mengenal tuhannya secara sempurna. Lihat pada yunasril ali,manusia
citra ilahi,para madina: jakarta,1997
[16]Insan kamil, menurut Al Gazali adalah yang memberikan pada penekanan jiwa,
qalb, dan nafs.sedangkan insan kamil menurut Al Hallaj adalah manusia adalah
penampakan cinta tuhan yang azali kepada esensinya yang tidak mungkin
digambarkan.
[17]
http://www.fiqhislam.com/index.php?option=com_content&view=article&id=53590:hujjatul-islam-syekh-abdul-rauf-al-singkili-harmonisasi-syariat-dan-tasawuf&catid=45:tokoh&Itemid=357
tks ya..
BalasHapusizin Kopas
by Yazid Singkil