Jumat, 27 Desember 2013

MAKALAH Abdur Rauf As-Singkili



BAB I
PENDAHULUAN
A.   LATAR BELAKANG
Sejarah islam dan berbagai cabangnya, termasuk sejarah tasawuf dan pengikutnya sangat penting untuk diperkenalkan dan dibahas, diantaranya adalah mengenai tokoh-tokoh dari ajaran tasawuf di Indonesia ini. Tasawuf terus mengalami perkembangan dan memberi pengaruh penting di Indonesia. Sejak permulaan sejarah Islam di wilayah tersebut hingga hari ini. Akan tetapi,
selama beberapa abad permulaan sejarah itu terutama pada abad ke-10 H/ 16 M dan ke-11/ 17 m tasawuf memainkan terbesar dan paling menentukan dalam membentuk pandangan religius, spiritual, dan intelektual di kepulauan Indonesia.
Pada masa itu tasawuf memainkan peranan penting dalam proses islamisasi di Indonesia dan kepulauan disekitarnya. Disini kami mencoba memperkenalkan salah satu  tokoh ulama tasawuf di Indonesia yang sekaligus penyebar tarekat syattariyah yakni Abdur Rauf As-Singkili
B.   Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah disebutkan diatas, maka dapat kami ambil rumusan masalah sebagai berikut :

1.      Bagaimanakah riwayat hidup Abdur Rauf As-Singkili?
2.      Bagaimana pemikiran dan corak pemikiran Abdur Rauf As-Singkili
3.      apa saja karya-karya Abdur Rauf As-Singkili?





BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Syekh Abdurrauf As-Singkili
Syeh Abdurrauf adalah sebuah gelar kebesaran yang diberikan kepada seorang ulama Aceh yang menjadi Qadhi Malik al-Adil pada masa pemerintahan Ratu safiatudin, dikenal juga dengan panggilan teungku sijahkuala pada abad ke 17 (1606-1637 M). Shalahuddin Hamid[1] mengatakan nama asli/lengkap Syeh Abdurrauf adalah Aminuddin Abdurrauf bin Ali Al Jawi Al Fansuri as-Singkili, ). Ia dilahirkan pada tahun 1001 H (1593 M) dari keluarga ulama. Ayahnya syekh Ali Fansuy ulama terkenal yang membangun dan memimpin Dayah Simpang Kanan di pedalaman singkel.[2]
Meskipun mengenai tahun kelahiran beliau juga terjadi berbeda pandangan para ahli sejarah karena tidak ada bukti yang kongkrit tentang tahun kelahiran beliau, ada yang menetapkan tahun 1615 M sebagai tahun kelahiran Syeh Abdurrauf, hal ini didasarkan atas informasi yang menyebutkan bahwa pada tahun 1642 M Syeh Abdurrauf melanjutkan studi belajarnya ke negeri Arab, berdasar informasi di atas membuat alasan bahwa seseorang baru mampu merantau jauh pada umur 25-30 tahun, pendapat ini diterima oleh sebagian ahli sejarah.
Pendapat lain yang dikemukakan oleh Van Hoeve, Peonoeh Daly bahwa tahun kelahiran Syeh Abdurrauf adalah 1620 M, bahkan oleh Ali Hasyimi mengatakan 1593 M sebagai tahun kelahiran Syeh Abdurrauf. Ketiga penulis ini tidak mengemukakan atas dasar apa mereka menetapkan tahun tersebut sebagai tahun kelahiran Abdurrauf.[3] Mengenai tempat kelahiran Abdurrauf para ahli bersilang pendapat, dilihat dari pennisbahan yang terdapat pada namanya ”al-Jawi al-Fansuri as-singkli” akan timbul analisis apakah beliau lahir di Melayu(al-jawi),[4] Barus(al-Fansuri), atau Singkil (as-Singkili), untuk mengatasi silang pendapat di atas penulis beranggapan bahwa ketiga-tiga prediksi diatas sama benarnya, karena Barus merupakan satu desa yang terdapat di Singkil dan Singkil merupakan wilayah ujung Sumatera yang menjadi bagian dari semenanjung Melayu.
Syeh Abdurrauf adalah sosok yang sangat dimuliakan oleh rakyat Aceh sejak dahulu hingga sekarang, banyak legenda yang terus hidup dan dikenal rakyat Aceh maka sebagai kenang-kenangan untuknya Universitas Negeri yang ada di Aceh telah mengambil namanya yaitu Universitas Syiah Kuala atau disingkat UNSYIAH, sepeninggal beliau nama beliau lebih mudah diingat dengan tengku di Kuala atau Syiah Kuala, karena ia mengambil tempat untuk mengajar di tepi muara (kuala) sungai (krueng) Aceh dan di sana pula ia dikuburkan,[5] pada hari Senin tanggal 23 Syawal 1106 H/1965 M  beliau pulang ke rahmatullahh dalam usia 105 tahun.[6] dan pada batu nisannya tertulis Al Waliyul Malki Syeh Abdurrauf bin Ali, sebutan Waliyul Mulki menunjukkan betapa besarnya peranan beliau dalam kerajaan Aceh waktu itu.[7]

B. Pendidikan yang ditempuh
Abdur Rauf mendapat pendidikan dari beliau, ia belajar bahasa arab, ilmu-ilmu agama, sejarah, mantik, filsafat, sastra arab/melayu dan juga bahasa persia.
Dari Simpang kanan, Abdur Rauf pindah ke Samudera pasai melanjutkan pelajarannya di Dayah tinggi Syekh Sjasuddin As-Samanthani, seorang ulama’ besar pengikut ulama aliran Hamzah Fansury. Setelah Syekh Sjasuddin As-Samanthani pindah ke Banda Aceh, karena tlah diangkat oleh sultan Iskandar Muda menjadi Qadli Malikul Adil, maka Abdur Rauf pun bertolak ke luar negeri, yaitu ke Mekkah dan negara-negara Arab lainnya.
Syeikh abdur rauf meneap di mekkah dan negeri-negeri arab lainnya selama 19 tahun, waktu yang cukup lama untuk mengarungi lautan ilmu. Sebagai seorang ahli hukum kenamaan, beliau menguasai segala bidan ilmu hukum, disamping menguasai filsafat, mmantik, tauhid, sejarah, ilmu bumi, politik an sebagainya.[8].
Setelah belajar pada tempat-tempat pendidikan di sekitar Yaman, akhirnya beliau sampai ke tanah Haram, belajar di Jeddah, Mekkah, dan Madinnah, selama ia belajar di Yaman dan tanah Haram, Syeh Abdurrauf membekali dirinya dengan dua model ilmu, yaitu dengan ilmu zahir[9]. dan ilmu bathin. Syeh Abdurrauf belajar ilmu batin ini tidak sendirian tetapi bersama seorang temannya Syeh Abdullah Arief yang lebih dikenal dengan Syeh Madinah atau disebut juga Tuanku Madinah di Tapakis, Pariaman, ia belajar thariqat pada Syeh Ahmad Qushasi (1583-1661) dan pada Syeh Ibrahim Qur’ani, pengganti Qushasi.[10] Berkenaan dengan perjalanan rohaninya, beliau boleh memakai “khirqah”, yaitu sebagai pertanda telah lulus dalam pengujian secara suluk.ia diberi selendang berwarna putih oleh gurunya sebagai pertanda pula ia telah dilantik sebagai khalifah mursyid dalam orde tarekat syattariyah[11],yang berarti boleh membai’at orang lain. sehingga berhak mengajarkan thariqat kepada murid-muridnya.[12]

C. Pandangan Syekh Abdurrauf  Tentang Tasauf
Aliran Tasawuf yang dikembangkan oleh Syeh Abdurrauf sepulangnya dari negeri Arab dalam perkembangannya di Indonesia menghadapi dua kutub aliran tasauf yang berbeda sebagai warisan ulama terdahulu Hamzah Fansuri, Syamsuddin al-Sumatrani, dan Nuruddin ar-Raniri, dalam kondisi demikian tarekat Syattariah menjadi ”penyejuk” bagi perbedaan yang tajam antara dua aliran wahdatul wujud dan syuhuduyah tersebut. Pendekatan yang dilakukan oleh Syeh Abdurrauf adalah mendamaikan antara paham-paham yang bertentangan, hal itu sejalan dengan kecenderungan jaringan ulama abad ke-17 M yang berupaya saling mendekatkan antara ulama yang berorientasi pada syariat dengan para sufi yang berorientasi pada makrifat. Diskursus rekonsiliasi antara tasawuf dan syariat. Dari ini ajaran tasawufnya mirip dengan Syamsuddin al-Sumatrani dan Nuruddin al-Raniri, yaitu menganut paham satu-satunya wujud hakiki, yakni Allah. Sedangkan alam ciptaan-Nya bukanlah merupakan Wujud hakiki, tetapi bayangan dari yang hakiki. Menurutnya jelaslah bahwa Allah berbeda dengan alam.
 Al-Sinkili menpunyai pemikiran tentang zikir. Zikir, dalam pandangan al-Sinkili, merupakan suatu usaha untuk melepaskan diri dari sifat lalai dan lupa. Dengan zikir inilah hati selalu mengingat Allah. Tujuan zikir ialah mencapai fana’ (tidak ada wujud selain wujud Allah), berarti wujud hati yang berzikir dekat dengan wujud-Nya.
Ajaran tasawuf al-Sinkili yang lain adalah bertalian dengan martabat perwujudan. Menurutnya, ada tiga martabat perwujudan: pertama, martabat ahadiyyah atau la ta’ayyun, yang mana alam pada waktu itu masih merupakan hakikat ghaib yang masih berada di dalam ilmu Tuhan. Kedua, martabat wahdah atau ta’ayyun awwal, yang mana sudah tercipta haqiqat Muhammadiyyah yang potensial bagi terciptanya alam. Ketiga, martabat wahdiyyah atau ta’ayyun tsani, yang disebut juga dengan a’ayyan al-tsabitah dan dari sinilah alam tercipta. Menurutnya, tingkatan itulah yang dimaksud Ibn’ Arabi dalam sya’ir-sya’nya.[13]

D.    CORAK PEMIKIRAN
rekonsiliasi syariah dan tasauf yang dikembangkan oleh Syeh Abdurrauf dapat diamati dari tiga pilar corak pemikirannya dalam bidang tasauf, ketiga pokok pemikiran tersebut adalah ketuhanan dan hubungan dengan alam, insan kamil, dan jalan menuju tuhan(tariqat).[14]
a.       Ketuhanan dan hubungannya dengan alam, Syeh Abdurrauf menganut paham satu-satunya yang wujud hakiki adalah Allah, Alam ciptaannya adalah wujud bayangan-Nya yakni bayangan dari wujud hakiki.
b.      Insan kamil adalah sosok manusia ideal[15], Syeh Abdurrauf memahami insan kamil sebagai kombinasi dari paham al-Ghazali, al-Hallaj[16]dan paham martabat tujuh yang telah ditulis oleh Syeh Abdullah al-Burhanpuri dalam kitab Tuhfah almursalah ila ruhin nabi.
c.       Thariqat (jalan kepada Allah), kecendrungan rekonsiliasi yang dilakukan oleh Syeh Abdurrauf sangat kentara sekali ketika ia menjelaskan tauhid dan zikir
Sejalan dengan kepatuhan total pada syariat, Abdul Rauf berpendapat bahwa dzikir penting bagi orang yang menempuh jalan tasawuf, di mana dasar dari tasawuf adalah dzikir yang berfungsi mendisiplinkan kerohanian Islam.[17]
Dalam berdzikir ada dua metode yang diajarkannya, yaitu dzikir keras dan dzikir pelan. Dzikir keras seperti pengucapan "La ilaha illa Allah" sebagai penegasan akan keesaan Sang Pencipta. Dzikir menurut dia bukanlah membayangkan kehadiran gambar Tuhan melainkan melatih untuk memusatkan diri. Di samping itu, Abdul Rauf berpandangan bahwa tauhid menjadi pusat dari ajaran tasawuf. Pandangan-pandangan dasar Abdul Rauf tentang tasawuf ini tertera dalam kitab Tanbih Al-Masyi. La ilaha illa Allah menurut dia, memiliki empat tingkatan tauhid: penegasan, pengesahan ketuhanan Allah, mengesahkan sifat Allah dan mengesahkan dzat Tuhan.

E. Karya-Karya Syeh Abdurrauf As-Singkili
Syekh Abdurrauf selain dikenal sebagai tokok tasawuf aliran Syattariyah dan tokoh fiqh yang membolehkan wanita manjadi hakim, beliau juga dikenal sebagai penulis yang cukup produktif, ia telah melahirkan karya-karyanya yang merupakan kekayaan intelektual muslim indonesia yang sangat berharga. menurut Shalahuddin Hamid dalam bukunya” 100 Tokoh Islam yang paling berpengaruh di Indonesia”, jumlah karya tulis Syeh Abdurrauf as-Singkili berjumlah 21 buku, yang terdiri dari 1 kitab tafsir, 2 kitab hadits, 3 kitab fiqh dan kitab-kitab tasauf[18], karya-karya beliau tersebut adalah :
1.      Turjuman al-Mustafid (terjemah pemberi faedah), merupakan kitab tafsir pertama dalam bahasa melayu, kitab ini ditulis oleh Syeh Abdurrauf sekembalinya dari negeri Arab.
2.      Mir’atuttullab fi tashil ma’rifat al-Ahkam asy-Syariat li al-Malik al-Wahhab, kitab fiqh yang ditulis olehnya atas permintaan Sulthanah Tajul Alam Safiyatuddin Syah, isi kitab ini adalah kajian tentang muamalat, termasuk dalam kitab ini adalah kajian beliau yang membolehkan perempuan sebagai qadhi dan pemimpin.
3.      Al faraidh, risalah tentang hukum kewarisan dalam Islam.
4.      Hidayah al-Balighah, kitab fiqh yang isimya mengenai pembuktian dalam peradilan, kesaksian, dan sumpah.
5.      ’Umdat al Muhtajin ila suluk maslak al-Mufridin, kitab tasauf yang isinya terdiri atas tujuh bab, di akhir kitab ini Syeh Abdurrauf menguraikan silsilah tarekat Syattariyah sampai kepada Nabi Muhammad SAW.
6.      Kifayatul Muhtajin ila masyrah al-Muwahhidin al Qailin bi Wahdat al-Wujud, berisi beberapa fragmen mengenai ilmu tasauf.
7.      Daqaiqul Huruf, yang isinya terhadap beberapa bait syair Ibn Arabi
8.       Bayan Tajalli, kitab ini berisi tentang penjelasan Abdurrauf tentang zikir yang yang utama dibaca ketika sakaratul maut
9.      Tambihul Masyi Manshub ila Thariqi al-Qushasi, isinya mencerminkan perjalanan tasauf Syeh Abdurrauf dengan gurunya Ahmad Qushasi.
10.  Attariqat as-Syattariyah, berisi tentang pokok ajaran Syattariyah.
11.   Mawaizil Badiah, berisi tiga puluh dua hadits beserta syarahnya yang berhubungan dengan tauhid, akhlaq, ibadat dan tasauf.
12.  Penjelasan tentang Matan al-Arba’in an-Nawawi.
13.  Bayan al-Arkan, pedoman dalam melaksanakan ibadat.
14.  Risalah adab Murid dengan Syeh.
15.  Risalah Mukhtasar fi Bayan Syurut as-Syeh wa al-Murid, yang berisi tentang kewajiban-kewajiban murid terhadap guru mereka terutama dalam metode zikir metode tarekat Syattariyah.
16.  Syams al-Makrifat, uraian berisi tasauf, ilmu ma’rifat yang beliau ambil dari Ahmad Qushasi.
17.  Majmu’ Masail, berisi tasauf terutama uraiaan menyangkut kehidupan beragama.
18.  Bayan al-Aghmadal Masail wa Sifat al-Wajibat li Rabb al-Ard wa as-Samawati, isinya tentang al-Akyan as-sabithah, sebuah masalah yang dianggap sangat rumit oleh para sufi termasuk oleh Nuruddin ar-Raniry.
19.   Lubb al-Kasy wa al-Bayan lima yarahu al-Muqtadar bi al-Iyan, isinya tentang sakaratul maut.
20.   Sullam al-Mustafidhin, penjelasan tentang nazam-nazam yang dikarang oleh gurunya al Qushasi.
21.   Pernyataan tentang zikir yang paling utama pada saat sakaratul maut, yaitu la ilaa ha illa Allah.

KESIMPULAN
Demikianlah sekilas tentang sejarah kehidupan, pendidikan serta beberapa pandangan Syeh Abdurrauf as-Singkili tentang Thariqat Syattariya, dan pandangan beliau Bahwa Tuhan adalah tuhan, manusia adalah manusia, tidak dapat disatukan antara Tuhan dengan manusia. Tetapi manusia memiliki sifat potensi Tuhan yang dapat kita dapati dalm pendekatan diri terhadap sang penciptanya. Posisi manusia disisi Tuhannya adalah hamba yang pada subtansinya dari Tuhan.
Penyampaian terhadap tuhan, yang dapat merasakan kehadirat Tuhan dalam pandangan al-Sinkili mempunyai konsep melalui zikir untuk mengingat Tuhan yang selalu dekat dengan kita. Tujuannya agar manusia tidak lalai atau lupa, untuk sampai menuju fana’. Dalam wujud hati yang selalu berzikir akan dengan Tuhan antara ada dan Tiada. Secara umum dan mudah dipahami bahwa Abdul Rauf ingin mengajarkan tentang harmoni antara syariat dan sufisme. Keduanya harus bekerja sama. Hanya melalui kepatuhan pada syariat maka seorang yang berada di jalan sufi bisa menemukan hakikat kehidupannya.



Daftar Pustaka

Shalahuddin Hamid, 100 tokoh islam di Indonesia, Jakarta: PT intermedia Cipta Nusantara,2003
DR Syahrizal, Syeh Abdurrauf dan Corak Pemikiran Hukum Islam, Banda Aceh, Yayasan PENA, cet 1, 2003
Solihin, M, dan Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf, Bandung: CV.Pustaka Setia, 2011
 Zakaria Ahmad, sekitar Kerajaan Aceh dalam tahun 1520-1675,(Memora :medan, t,t)
Harun Nasution, Ensiklopedi Islam di Indonesia,(Jakarta:jilid 1, Abdi Utama,1992/1993),
Solihin,M,dan Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf,(Bandung: CV.Pustaka Setia,2011)
Yunasril,Ali, Manusia Citra Ilahi,Jakarta: Para Madina, 1997
http://www.fiqhislam.com/index.php?option=com_content&view=article&id=53590:hujjatul-islam-syekh-abdul-rauf-al-singkili-harmonisasi-syariat-dan-tasawuf&catid=45:tokoh&Itemid=357




[1] Drs Shalahuddin Dkk, 100 Tokoh Islam Paling Berpengaruh di Indonesia(Jakarta Selatan:Intimedia, 2003), hal 55
[2] Harun Nasution, Ensiklopedi Islam di Indonesia,(Jakarta:jilid 1, Abdi Utama,1992/1993), hal.26
[3] DR Syahrizal, Syeh Abdurrauf dan Corak Pemikiran Hukum Islam (Banda Aceh, Yayasan PENA, cet 1, 2003), hal 15 dalam  http://sabdakhairuss.blogspot.com/2012/04/syeikh-abdurrauf-as-singkili.html

[4] Menurut Snoukurgronje kata aljawi dimengerti orang di negeri arab sebagai orang melayu, yaitu penduduk nusantara yang secara geografis terletak antara siam dan malaka dengan irian.DR Syahrizal..op,cit,. Hal 23
[5] Drs Zakaria Ahmad, sekitar Kerajaan Aceh dalam tahun 1520-1675(Memora :medan, t,t)hal 126-125
[6] Harun Nasution, op.cit, hal.26

[8] Harun,Nasution, , ,op.cit.hal26
[9] Yang termasuk ilmu zahir menurut DR.Syahrizal dalam bukunya Syeh Abdurrauf dan corak pemikirannya adalah ilmu tafsir, hadis dan figh
[10] Shalahuddin Hamid MA, ..op,cit,. hal 55
[11] Syattariyah adalah sebuah aliran tarekat yang pertama kali muncul di India pada abad 15, tokoh pendirinya adalah Abdullah Asyyatar, tujuan tarekat ini adalah membangkitkan kesadaran terhadap Allah dalam batin manusia, tarekat ini sering juga disebut paham wihtatussuhul,melihat kemudahan konsepnya.
[12] Solihin,M,dan Rosihon Anwar, Ilmu Tasawuf,(Bandung: CV.Pustaka Setia,2011)hal.252-253
[13] Solihin,M,dan Rosihon Anwar, op.cit,hal.254
[14] Shalahuddin Hamid, op,.cit,. hal 57 dalam Tarekat Syathariyah dan Naqsyabandiyah di Minangkabau http://www.sufinews.com/index.php?subaction=showfull&id=1078317860&archive=&start_from=&ucat=8&go=tarekat
[15] Insan kamil,menurut Sinkli adalah orang yang dapat mencapai insan ideal ialah orang yang dapat mengenal tuhannya secara sempurna. Lihat pada yunasril ali,manusia citra ilahi,para madina: jakarta,1997
[16]Insan kamil, menurut Al Gazali adalah yang memberikan pada penekanan jiwa, qalb, dan nafs.sedangkan insan kamil menurut Al Hallaj adalah manusia adalah penampakan cinta tuhan yang azali kepada esensinya yang tidak mungkin digambarkan.
[17] http://www.fiqhislam.com/index.php?option=com_content&view=article&id=53590:hujjatul-islam-syekh-abdul-rauf-al-singkili-harmonisasi-syariat-dan-tasawuf&catid=45:tokoh&Itemid=357
[18] Shalahuddin Hamid, Dkk, op cit,. hal 61

1 komentar: