Belajar Sejati Vs Kurikulum Nasional
Y. Dedy Pradipto
Gagasan tentang “belajar sejati” dan “suasana hati yang merdeka”
dalam pendidikan dasar muncul dari proses panjang dalam perjalanan hidup Romo
Mangun. Pemikiran-pemikiran dan kritik
Romo Mangun tentang pendidikan anak muncul dari pengamatannya terhadap
perkembangan dunia pendidikan di Indonesia yang kemudian dituliskan dalam
bentuk buku petunjuk guru, novel dan artikel
Biografi YB. Mangunwijaya. Pr.
Nama Lengkap Romo mangun adalah Yusuf Bilyarta Mangunwijaya. Dua huruf,
Y.B., di depan nama Mangunwijaya merupakan gabungan nama baptis Yusuf, dan nama
kecil Romo mangun, yakni Bilyarta. Kemudian tambahan huruf Pr., adalah sebutan
untuk imam diosesan atau romo projo.
Kemudian, dari pernikahan Yulianus Sumadi Mangunwijaya dengan Serafin
Kamdinijah yang juga berprofesi sebagai guru Sekolah rakyat , melahirkan Romo
mangun pada 6 Mei 1929 M. di Ambarawa, Jawa Tengah. Romo mangun, sebutan
akrabnya, ialah anak sulung dengan sebelas adik, tujuh diantaranya perempuan.
Dari keluarga besar tersebut, hanya Romo Mangun yang menjadi seorang biarawan.
“Belajar Sejati”
Menurut Romo Mangun visi pendidikan tidak lain ialah ‘Belajar Sejati’ itu
sendiri, yakni mengantar dan menolong anak didik untuk mengenal dan
mengembangkan potensi-potensi dirinya agar menjadi manusia yang mandiri,
dewasa, dan utuh; bukan Cuma menjadi kepingan serba pasrah belaka kepada mesin
besar yang tak dia ketahui susunannya dan arahnya; manusia merdeka sekaligus
peduli dan solider dengan sesama manusia lain dalam ikhtiar meraih kemanusiaan
yang terjadi, dengan jati diri serta citra diri yang semakin utuh harmonis dan
integeri
Kemudian, supaya ‘Belajar Sejati’ tersebut terwujud, Romo Mangun menunjuk
dua kompetensi dasar yang harus diterapkan dan dikuasai anak didik. Pertama,
kemampuan komunikasi dan penguasaan bahasa yang dilengkapi dengan kepercayaan diri
dalam berinteraksi dengan sesama. Kedua, pemekaran jiwa anak yang
eksploratif, kreatif, dan integral. Kemampuan eksploratif membuat anak suka
mencari, bertanya, dan menyelidik. Kemampuan kreatif membuat anak bisa mencipta
hal-hal baru yang lebih baik dan berguna. Kemampuan integral membuat anak bisa
melihat dan menghadapi beragam segi kehidupan dalam keterpaduan yang utuh
Pemikiran tentang pendidikan eksperimental bagi anak miskin yang digagas
oleh Romo Mangun diwujudkan di Sekolah
Dasar Kanisius Eksperimen (SDKE) Mangunan. SDKE sebagai sebuah bentuk pendidikan alternatif dipakai
untuk menerangkan Konterstasi kekuasaan antara pendidikan dan negara dalam
pendidikan pengetahuan
Konsep Kurikulum
Selain itu, supaya anak didik mampu menghadapi dunia yang semakin menglobal
sebagaiman sekarang, menurut Romo Mangun kurikulum juga harus diarahkan pada
sasaran itu. Artinya, kurikulum juga harus memberikan alat pada anak didik
untuk menghadapinya. Menurutnya, alat yang perlu diberikan pada anak didik
terkait ini ialah penguasaan teknologi dan bahasa. Bahasa yang tidak berarti
sempit, yakni hanya sebagai alat komunikasi verbal, namun bahasa yang berarti
luas yang juga menyangkut tentang kemahiran interaksi. Sebab, dengan ini anak
didik bisa mengakses informasi dan ilmu pengetahuan bertaraf internasional
dengan mudah dan juga mampu mengkomparasikannya dengan pengetahuan yang
dimiliki oleh orang lain. Terkait ini Romo Mangun mengutip kata mutiara
“penguasaan bahasa X adalah anak kunci dunia dan harta perbendaharaan budaya
bangsa X itu”
Hal yang perlu diperhatikan lagi ialah terkait keberagaman potensi,
bakat-minat, daya tangkap dan kecenderungan yang dimiliki oleh anak didik.
Diakui atau tidak hal ini adalah sunah alam yang harus dihargai dan
dikembangkan. Kurikulum tidak bisa dipaksakan pada anak didik, biarkan mereka
memilih sendiri sesuai dengan kecenderungannya. Sebab anak kunci yang paling
menentukan bagi perkembangan anak didik pada hakikatnya ialah perhatiannya (concern),
pilihan pribadinya, dan di mana hatinya. Maka dari itu, Romo Mangun sangat
menolak system yang otoriter, doktriner dan sentralisasi.
Dari uraian panjang tersebut bisa dipahami bahwa orientasi kurikulum yang
digagas oleh Romo Mangun ialah orientasi kemandirian anak didik dengan
pola-pola kurikulum yang kontekstual, dinamis, demokrasi, humanis, menganut
system desentralisasi, dan ia menolak kurikulum yang berakhir pada pembunuhan
karakter anak didik, a histories dan padat isi.
Isi/ Materi
kurikulum harus
bersifat kontekstual, dinamis, bertumpu pada kemampuan dan kebutuhan anak
didik, maka di sini peneliti paparkan beberapa mata pelajaran yang diterapkan
oleh Romo Mangun di SDKEM sekaligus dasar pemikiran yang melatarinya, mata
pelajaran tersebut sebagaimana berikut:
- Pendidikan Seni
Pendidikan seni di sini tidak bermaksud agar anak didik menonjol dalam
mementaskan seni, namun lebih bertujuan untuk membina cita rasa, kepekaan
kebudiawanan yang mengarah kearifan anak didik. Selain itu pendidikan seni juga
berguna untuk mempertajam pikiran, kreativitas dan mnyehatkan tubuh
- Olah Raga
Tujuan mata pelaran ini ialah selain memang untuk menjadikan tubuh anak
didik sehat, juga juga bertujuan untuk menumbuhkan jiwa sportif dan fair anak
didik. Jadi bukan bertujuan untuk menang atau berjaya dalam bermain, namun
lebih menekankan nilai dan manfaat yang terkandung di dalamnya
- Pendidikan keterampilan
Tujuan pelajaran ini adalah agar anak didik harus belajar untuk yakin,
bahwa semua pekerjaan tangan atau kasar, terutama yang dikerjakan oleh rakyat
kalangan bawah, sungguh-sungguh berguna, berharga, dan mengharukan. Dalam arti
tujuan pendidikan ini ialah untuk menghilangkan rasa minder, pesimis dan
canggung anak didik dalam segala hal
- Pendidikan Bahasa dan Komunikasi
Tujuan pendidikan ini ialah untuk memberi bekal anak didik untuk masa
depannya nanti. Dengan penguasaan bahasa, baik bahasa komunikasi interaksi
maupun bahasa verbal, baik bahasa nasional maupun bahasa internasional, anak
didik mampu hidup di manapun. Selain itu dengan bekal ini anak didik juga akan
mudah untuk menyerap informasi dan ilmu pengetahuan secara mandiri. Sehingga
wawasan yang dimilikinya bisa lebih luas dan bertambah
- Pelajaran IPA dan IPS
Pelajaran ini diberikan sesuai dengan kebutuhan anak didik. Dalam arti
dipilah mana yang perlu diketahui dan mana yang tidak ada salah dan ruginya
jika tidak diketahui. Yang penting diketahui adalah kunci dan anak kunci serta
rahasia-rahasia di mana ada dan bagaimana cara memperoleh informasi atau pengetahuan.
Dan yang jelasnya lagi, kesemuanya itu harus sesuai dan relevan dengan
kehidupan keseharian anak didik.
- Matematika
Menurut Romo Mangun, pelajaran matematika adalah pelajaran penting kedua
setelah bahasa karena membantu anak untuk dapat berpikir logis, kritis, teliti,
berabstraksi, bisa mengambil keputusan, dan kreatif. Hal ini sama dengan yang
dinyatakan oleh J. Drost, tokoh yang sering mengkonter pemikiran Romo Mangun.
Menurutnya, meski matematika adalah ilmu kuantitas, namun mengajarkan seseorang
bernalar logis.
Ada pula beberapa mata
pelajaran pendukung, yang diharapka anak bisa balajar tentang sesuatu dengan
cara yang lebih menyenangkan, yakni:
a) Kotak Pertanyaan, Baca
Buku Bagus, dan Majalah Meja
Ketiga mata pelajaran ini beserta mata pelajaran komunikasi iman dan
pendidikan seni, bisaanya diadakan pada setiap hari Sabtu dan menjadi mata
pelajaran khas SDKEM. Kelima mata pelajaran khas tersebut merupakan cara untuk
melatih kepekaan anak didik untuk mencermati lingkungan keseharian
Kotak pertanyaan berfungsi untuk menampung pertanyaan-pertanyaan anak didik
tentang sesuatu yang dianggap belum tahu. Pertanyaan-pertanyaan yang terkumpul
kemudian dibahas bersama-sama pada hari Sabtu siang. Lalu dengan baca buku
bagus, anak didik diajak untuk memperluas cakrawalanya, diajak keluar dari
tempurung tradisionalisme konservatifnya, diajak mengenal kebudayaan lain, dan
diajak mengenal dialektik antar sana dan sini. Hal ini dilakukan dengan cara
guru bercerita kepada murid
Kemudian, dengan adanya majalah meja, anak didik bisa langsung belajar
dengan hanya melihat meja yang ditempatinya. Artinya bagaimana membuat anak
didik dekat dengan bahan atau sumber pengetahuan. Majalah meja ini diisi dengan
artikel-artikel baik dari koran maupun majalah yang diganti setiap hari Minggu
oleh staf
b) Komunikasi Iman
Pengajaran ini berangkat pemahaman bahwa sesungguhnya setiap anak telah
berbakat religius. Tapi bakat religius anak itu perlu dibantu. Dalam pelajaran
ini yang diutamakan bukan pengetahuan tentang agama, melainkan mendampingi anak
didik demi pemekaran sikap dasar dari dalam diri berupa hati nurani dan niat
serta tekad untuk berbuat, khususnya berbuat cinta kasih. Jadi komunikasi iman
tidak lagi berupa pengajaran, penataran, hafalan belaka, tentang agama. Namun
yang terjadi adalah dialog, komunikasi, interaksi dan terutama perbuatan antar
iman yang dimiliki oleh anak didik dan civitas akademik
Dari sini bisa dipahami bahwa tujuan mendasar pendidikan komunikasi iman
ini ialah menumbuhkan sikap religius anak, yakni agar anak didik semakin punya
sikap dasar yang betul, hati nurani yang peka terhadap yang baik dan menolak
segala yang buruk. Dan juga, dengan komunikasi iman ini anak didik diharapkan
mampu menghormati perbedaan dan keberagaman.
Terkait religiusitas, Romo Mangun membedakannya dengan agama. Yang pertama
menekankan substansi, sementara yang kedua berhenti pada formalitas. Seorang
yang beragama secara legal-formal, tidaklah praksis menjadi religius, jika pada
kenyataannya seluruh aktifitasnya disandarkan pada pemenuhan kebutuhan duniawi
dan mengabaikan kemanusiaan serta kesetabilan alam. Begitupun sebaliknya,
seseorang bisa menjadi religius jika seluruh aktivitasnya disandarkan secara
sungguh-sungguh dengan pengabdian pada ketuhanan, kemanusiaan, dan keseimbangan
alam.
Bagi Romo Mangun, pengajaran agama tetap perlu dilaksanakan, namun
tempatnya adalah di dalam keluarga, di masjid, gereja, dan tempat ibadah
lainnya, bukan di sekolah. Sekolah harus bersifat dan bersikap inklusif,
terbuka bagi murid dari berbagai agama.
Evaluasi
Terkait evaluasi, Romo Mangun tidak setuju dengan system evaluai normative
sebagaimana THB, UAN, NEM dan Ebtanas. Apalagi kesemuanya ini dilakukan dengan
cara top down. Sebab, system evaluasi ini menurutnya hanya akan membunuh
daya kreatifitas dan eksplorasi anak didik, kemudian membuat belajar hanya
untuk mengejar nilai, menghilangkan rasa solidaritas serta kerja sama,
menyuburkan komersialisasi buku-buku wajib dan lain-lain yang sering sungguh
justru memperbodoh murid, semisal menjamurnya bimbingan tes, tempat kursus yang
menggunakan system drill dan serba mahal.
Selain itu, menurut Romo Mangun evaluasi harus mengikutsertakan orang tua
murid. Keikutsertaan orang tua sangat diharapkan agar bisa mengetahui kegiatan
anak didik ketika berada dirumah. Sebab untuk mencapai pada ‘Belajar Sejati’
anak didik diharapkan tidak hanya belajar di sekolah saja, namun dimana saja
dan kapan saja, baik di sekolah atau ketika berada di rumah. Maka komunikasi
antara Guru dan wali murid menjadi faktor penting.
Terkait dengan absensi, Romo Mangun tidak terlalu menghiraukan. Sebab,
menurutnya mau berangkat sekolah atau tidak itu ialah kebebasan dari anak
didik. Namun, di SDKEM, jika anak didik tidak berangkat lebih dari tiga hari,
maka guru atau pihak sekolah akan mendatangi rumahnya dan menanyakan apa
masalah atau penyebabnya. Jika karena masalah dana, maka pihak sekolah akan
mencarikan solusianya.
Dengan dasar di atas, maka absensi tidak mempengaruhi naik kelas atau
tidaknya anak didik, jika dia mampu melalui tes yang diadakan maka dia bisa
naik kelas. Bahkan, Romo Mangun tidak setuju adanya keputusan tidak naik kelas.
Anak yang tinggal dikelas dikhawatirkan membuat anak didik patah semangat
karena malu, kehilangan teman-temannya dan merasa jadi anak yang paing bodoh.
Konsep Pembelajaran
Guru dan Murid
Dalam pembelajaran, menurut Romo posisi anak didik dengan guru Mangun ialah
sama, yakni sama-sama menjadi subjek belajar. Jadi hubungan yang terjadi
diantara mereka ialah hubungan dialogis, antar keduanya saling belajar dan
saling mengisi, bukannya saling mendominasi.. Hal inilah yang menurut Friere
menjadi pembeda antara pendidikan yang membebaskan dengan pendidikan
konvensional.
Dalam konsep ini, guru hanya berfungsi sebagai teman, penolong, dan bidan
bagi anak didik. Fungsi bidan di sini sangat penting dan diharapkan aktif,
tidak menonton saja, akan tetapi tetap bukan primer yang mencerdaskan dan
memekarkan anak didik. Dalam arti guru harus menggunakan nilai Ajrih-Asih
secara seimbang.
Maka dari itu, untuk mencapai hubungan ideal di atas, menurut Romo Mangun
seorang guru harus memenuhi criteria berikut, antara lain: profesional,
demokratis, dialogis, intelektual, dan harus menghayati tugas guru sebagai
panggilan hidup. Kemudian, karena dewasa ini kualitas guru sangat rendah dan
kesejahteraannya kurang layak, Romo Mangun berharap pada pemerintah untuk
mengusahakan dan memperhatikannya.
Pendekatan dan Metode
Pembelajaran
Untuk mencapai ‘Belajar Sejati’, Romo Mangun menganjurkan beberapa
pendekatan dalam pembelajaran, yakni pendekatan joyfull learning,
child-center learning, active learning dan kekeluargaan. Dengan kata lain,
pembelajaran harus berpusat pada anak didik dan juga bagaimana membuat mereka
merasa senang dan enjoy dalam belajar, atau dalam bahasa Romo Mangun
ialah dalam ‘Suasana Hati Merdeka’Kemudian, terkait dengan metode pembelajaran
Romo Mangun menggunakan metode Konstruktif-Progresif, yakni setiap metode
pembelajaran yang membantu siswa melakukan kegiatan dan akhirnya dapat
mengkonstruksi pengetahuan yang mereka pelajari dengan baik Jika ditelusuri,
ada beberapa metode yang diterapkan di SDKEM, antara lain:
a. Metode Penemuan
Dalam penerapan metode ini, anak didik dilatih untuk terbiasa melakukan
pengamatan, membuat hipotesis, memunculkan prediksi, menguji hipotesis,
memanipulasi objek untuk melihat perubahannya, memecahkan masalah, mencari
jawaban sendiri, menggambarkan kejadian, meneliti, berdialog, melakukan
refleksi, mengungkapkan pertanyaan, dan mengekspresikan gagasan selama proses pembentukan
konstruksi pengetahuan yang baru. Metode ini terlihat jelas di SDKEM. Anak
didik sering diberi tugas untuk observasi langsung ke lapangan, semisal
mengamati batu, bus, atau kereta api.
b. Metode Dialog
dan Diskusi
Metode ini, menurut Romo Mangun bisa terjadi antara guru dengan anak didik
ataupun antara anak didik dengan anak didik lainnya. Yang pertama bisa
dilakukan dengan cara guru merangsang anak didik untuk bertanya dan yang kedua
dengan cara membentuk anak didik menjadi kelompok-kelompok yang masing-masing
diberi tema pembahasan. Cara yang kedua ini, selain antar anak didik bisa
saling belajar juga bisa untuk menumbuhkan rasa solidaritas dan saling menolong
c. Metode Cerita
Di SDKEM, metode ini Romo Mangun terapkan pada mata pelajaran Baca Buku
Bagus yang kala itu ia meminta tolong temannya, Butet Karta Rajasa, untuk
mengisi dari padanya. Menurut Romo Mangun,. metode ini sangat efektif, karena
anak didik akan merasa enjoy dan lebih mudah untuk memperhatikan isi
buku. Jika anak didik sudah mulai menaruh perhatian, maka ia akan mulai
mengkonstruksi pengetahuannya.
d. Metode Pluspunt
Metode pluspunt adalah metode berhitung realistic-mempelajari
matematika dari permasalahan keseharian anak. Anak didik belajar berhitung dari
perkara realitas nyata dan mudah dibayangkan. Di SDKEM metode ini diterapkan
pada mata pelajaran matematika
Selain pendekatan dan metode di atas, untuk membantu pemahamn anak didik
menurut Romo Mangun juga diperlukan yang namanya laboratorium dan alat peraga.
Namun menurutnya hal ini tidak harus mahal, tetapi bisa memanfaatkan sesuatu
yang terdapat di lingkungan sekitar sekolah
Partisipasi Orangtua
dan Masyarakat
Bagai ikan dalam air, begitulah Romo Mangun mengibaratkan sekolah dengan
masyarakat. Maju atau mundurnya suatu sekolah sangat ditentukan oleh masyarakat
yang melingkupinya, dan pastinya orang tua masuk di dalamnya. Maka dari itu,
keikutsertaan masyarakat dan orang tua dalam pendidikan sangat urgen
dibutuhkan.
Terkait masyarakat, Romo Mangun Mengutip pernyataan Jean Jacques Rousseu sebagaimana
berikut, “ Manusia dilahirkan berkodrat baik, masyarakat yang merusaknya”.
Menurutnya, meskipun orang tua adalah unsure fital dalam mempengaruhi
perkembangan anak didik, namun sebenarnya mereka hanya meneruskan pengarahan
yang diterima dari masyarakat. Dengan kata lain, masyarakatlah yang sebenarnya
membentuk anak didik
Sisi masyarakat (Indonesia khususnya Jawa) yang dikritik Romo Mangun ialah
sisi mental dan system kemasyarakatannya. Menurutnya, mental yang digunakan
oleh masyarakat ialah mental orang yang dijajah, yakni mental inggih ndoro,
ndoro-kawulo (primordialisme), dan menggunakan system kemasyarakatan fungsionalisme
structural. Sebuah tatanan masyarakat yang mempunyai anggapan bahwa manusia
hidup selalu menempati posisinya masing-masing yang memang sudah jatah-nya.
Mental dan sistem yang seperti ini, menurutnya akan membuat anak didik menjadi
bernilai skunder dan orang tua atau masyarakat seakan berhak untuk memaksakan
kehendaknya terhadap mereka. Proses ini akhirnya akan membuat anak didik
menjadi kerdil, terkekang, dan kehilangan daya kreatifitas serta eksplorasinya.
Maka dari itu, terkait ini Romo Mangun menggagas untuk dilakukan revolusi
kebudayaan, yakni revolusi budaya dari struktur-struktur feudal dan
eks-kolonial menuju system kebudayaan yang memerdekakan
Kembali pada hubungan anatara sekolah dengan masyarakat dalam membentuk dan
mencapai tujuan pendidikan sejati, Romo Mangun menggagas supaya
komponen-komponen pendidikan yang muncul dalam masyarakat tersebut, yakni
pendidikan Formal, Nonformal, dan pendidikan Informal harus disinergiskan,
tidak boleh diunggulkan salah satunya sebagaimana sekarang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar